Kedekatan dengan Ayah
Selamat hari Minggu dan menikmati libur akhir pekan.
Merangkum puluhan ribu sesi konseling keorangtuaan, ternyata hubungan yang dekat antara anak dan orangtua, terutama ayah, memberikan dampak signifikan bagi perkembangan anak. Kedekatan emosional ini mempengaruhi kemampuan anak dalam mengambil keputusan di berbagai aspek kehidupan.
Studi menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki hubungan erat dengan ayah mereka cenderung lebih mandiri dan percaya diri dalam menghadapi berbagai situasi (Pruett, 2000). Sayangnya, fenomena ini sering kali terabaikan karena kebanyakan ayah yang lebih fokus pada pekerjaan dibandingkan interaksi dengan anak. Mereka sering merasa bahwa peran utama mereka hanya sebagai pencari nafkah, sehingga mendelegasikan tugas pengasuhan dan pengembangan anak kepada ibu.
Menariknya, efek kedekatan dengan ayah ini berbeda antara anak perempuan dan anak laki-laki. Menurut penelitian Volling and Belsky (1991), anak perempuan yang dekat dengan ayah mereka memiliki kemudahan dalam membangun hubungan interpersonal yang sehat, termasuk dengan lawan jenis di masa remaja. Sebaliknya, anak laki-laki yang memiliki kedekatan emosional dengan ayah menunjukkan keterampilan problem-solving yang lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa peran ayah tidak bisa diabaikan dalam pembentukan karakter dan kemampuan anak.
Namun, di kalangan keluarga-keluarga muda saat ini, banyak ayah yang merasa waktu mereka tersita oleh tuntutan pekerjaan. Hal ini menyebabkan intensitas interaksi dengan anak menjadi minimal, yang pada akhirnya mempengaruhi perkembangan emosional dan kognitif anak. Menurut Pendleton dan Burton (2002), anak-anak dari keluarga di mana ayah terlibat aktif dalam kegiatan sehari-hari menunjukkan tingkat kepercayaan diri yang lebih tinggi. Ketidakhadiran ayah dalam kehidupan anak dapat menyebabkan mereka mencari figur pengganti, baik dari ibu atau individu lain di luar keluarga.
Melibatkan ayah dalam kegiatan sehari-hari anak seperti membantu dengan PR, bermain bersama, dan mendengarkan cerita mereka dapat memperkuat ikatan emosional dan memberikan rasa aman pada anak. Sebagai konselor, saya sering dibuat heran betapa pendampingan anak dalam penguasaan bersepeda roda dua oleh ayah dapat secara signifikan meningkatkan kecerdasan Kinestetik yang semula di area submisif/rendah ke area sedang/moderat.
Uhlendorff (2000) melalui tulisan berjudul “Fathers and their impact on child development: A review of findings from empirical research” menyarankan bahwa keluarga harus merancang jadwal yang memungkinkan ayah berpartisipasi aktif dalam kehidupan anak. Ini tidak hanya memperkuat hubungan keluarga, tetapi juga membantu dalam perkembangan psikologis dan emosional anak.
Sayangnya, dalam banyak keluarga muda, tanggung jawab perkembangan anak sering kali dianggap lebih sebagai domain ibu. Menurut Homme H. et al. (2016) dalam bukunya "Father Involvement in Young Children's Lives," ibu masih sering menjadi tokoh utama dalam pengasuhan anak, meskipun kedua orang tua bekerja. Akibatnya, peran ayah, terutama dalam hal emosional dan dukungan psikologis, kurang tereksplorasi dan dimaksimalkan.
Saat ayah dan ibu sama-sama bekerja pun, sering kali anak lebih dekat dengan pengasuh atau pihak ketiga. Sebuah studi oleh National Institute of Child Health and Human Development (NICHD) menunjukkan bahwa anak yang diasuh oleh pengasuh profesional menunjukkan pola kedekatan yang berbeda dibandingkan anak yang lebih banyak mendapatkan perhatian dari orang tua (NICHD, 2005). Anak-anak ini mungkin memiliki kurangnya hubungan emosional yang kuat dengan orang tua mereka, yang gilirannya mempengaruhi ketahanan emosional dan kemudahan dalam membuat keputusan.
Dengan demikian, kedekatan dengan ayah memiliki dampak signifikan dalam kemampuan anak membuat keputusan serta perkembangan emosional dan kognitif mereka. Dengan meningkatnya tuntutan pekerjaan, ayah harus menemukan cara untuk tetap terlibat dalam kehidupan anak demi kesejahteraan dan perkembangan mereka yang optimal. Ayah perlu lebih aktif dan terlibat dalam pengasuhan anak, tidak hanya mengandalkan ibu atau pihak ketiga, sebab dukungan dan keterlibatan ayah sangat krusial untuk perkembangan emosional dan kognitif anak-anak mereka di masa depan.
Bibliografi:
Lamb, M. E. (2004). The Role of the Father in Child Development (4th ed.). Hoboken, NJ: John Wiley.
Pendleton, B. F., & Burton, L. M. (2002). Fathering on the fault line. Journal of Family Issues, 23(5), 623-640.
Pruett, K. D. (2000). Fatherneed. New York: Free Press.
The NICHD Early Child Care Research Network. (2005). Child care and child development: Results from the NICHD study of early child care and youth development. The Guilford Press.
Uhlendorff, H. (2000). Fathers and their impact on child development: A review of findings from empirical research. European Journal of Developmental Psychology, 2(3), 233-258.
Volling, B. L., & Belsky, J. (1991). Multiple determinants of father involvement during infancy in dual-earner and single-earner families. Journal of Marriage and Family, 53, 461-474.
ABOUT THE AUTHOR
Edy Suhardono is founder of IISA VISI WASKITA and IISA Assessment, Consultancy & Research Centre. He create SoalSial. Follow him on Facebook IISA and Twitter IISA.